Rabu, 05 September 2012

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) UTAMA PADA TANAMAN PADI

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) UTAMA PADA TANAMAN PADI DI KABUPATEN JOMBANG

 

PENDAHULUAN



Latar Belakang

Peningkatan produksi pangan melalui peningkatan produksi padi perlu didukung oleh perlindungan tanaman secara terpadu. Peranan perlindungan tanaman selain mendukung upaya peningkatan produksi juga menjaga kualitas hasil produksi yang memiliki posisi tawar pasar yang baik dan tetap menjaga kelestarian Sumber Daya Alam (SDA).

Salah satu pembatas utama dalam meningkatkan produksi adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).  Prioritas utama OPT mendapat perhatian di Kabupaten Jombang adalah :

1.      Tikus

2.      Penggerek batang

3.      Wereng Batang Coklat

4.      Hawar daun bakteri.

Keempat OPT tersebut diatas merupakan hama penting yang bisa menurunkan hasil produksi petani secara signifikan, sehingga perlu diwaspadai oleh petani, khususnya petani Jombang.

Dalam melaksanakan pengendalian OPT perlu diperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya serangan OPT di lapang antara lain:

   1. Pola tanam dan tata tanam tidak teratur
   2. Timbul varietas-varietas baru yang peka terhadap OPT
   3. Gerakan pengendalian hama tikus tidak dilakukan secara terjadwal dan berkesinambungan.
   4. Kurangnya kerjasama antar kelompoktani dan desa dalam pengendalian OPT
   5. Pengendalian Agens hayati sangat kurang
   6. Musnahnya musuh alami OPT
   7. Kurangnya sistem pengamatan oleh petani
   8. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana.

Hal ini perlu mendapat perhatian dari aparat pertanian dalam melaksanakan tugasnya.



Rumusan masalah

   1. Minimnya pengetahuan petani mengenai hama pengganggu tanaman padi
   2. Kurangnya pengetahuan petani dalam mengatasi masalah OPT tanaman budidaya padi
   3. Petani belum mengetahui langkah-langkah operasional dalam mengatasi OPT.



Tujuan

a.       Memperkenalkan hama penting secara lebih khusus kepada petani.

b.      Memperkenalkan potensi yang bisa digali dalam mengatasi masalah OPT tanaman budidaya khususnya padi.

c.       Memberikan pengetahuan pada petani tentang langkah-langkah operasional dalam mengatasi hama penting tanaman budidaya khususnya padi dengan potensi yang ada.





TINJAUAN PUSTAKA



1.      WERENG COKLAT

Wereng cokelat (Brown planthopper) Nilaparvata lugens (stal) termasuk family Delphacidae, ordo Homoptera, telah diketemukan oleh Stal sejak tahun 1854. Dulu oleh Stal dimasukkan ke dalam genus Delphax, sehingga dengan penamaan yang baru Stalnya dikurung.

Wereng Cokelat (Nilaparvata Lugens Stal)

Phylum            : Arthropoda

Class                : Insecta

Ordo                : Homoptera

Sub Ordo        : Auchenorrhyncha

Family             : Delphacidae

Sub Family      : Fulgoroidea

Wereng coklat termasuk serangga bertipe r-strategi, artinya :

·         Populasi serangga dapat menemukan habitatnya dengan cepat;

·         Berkembang biak dengan cepat dan mampu menggunakan sumber makanan dengan baik, sebelum serangga lain ikut berkompetisi; dan

·         Mempunyai sifat menyebar dengan cepat ke habitat baru, sebelum habitat yang lama tidak berguna lagi.

Wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Serangga wereng coklat dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus kilometer. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah terbatas.



2.        PENGGEREK BATANG

Saat ini di Indonesia di kenal 6 jenis hama penggerek batang padi :

  a.     penggerek batang kuning,

  b.     penggerek padi putih,

  c.     penggerek batang padi bergaris,

  d.    penggerek batang padi kepala hitam,

  e.     penggerek batang padi berkilat

  f.     dan penggerek batang padi merah jambu.

Jenis-jenis tersebut memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran dan biologinya, namun hampir sama dalam menyerang atau menggerek tanaman serta kerusakannya.

Di wilayah Kabupaten Jombang yang terbanyak adalah jenis penggerek batang padi kuning.



PEMBAHASAN



Data Serangan OPT                                                    

a. Data serangan OPT Penting MT. 2007

No.
   

Data Serangan OPT
   

Luas Keadaan Serangan MT. 2007 (Ha)

Ringan
   

Sedang
   

Berat
   

Puso
   

Jumlah

1
   

Tikus
   

72,41
   

5,25
   

-
   

-
   

77,66

2
   

Penggerek Batang
   

23,28
   

-
   

-
   

-
   

23,28

3
   

Wereng batang coklat
   

5,4
   

0,1
   

0,14
   

        - 
   

5,64

4
   

Hawar daun bakteri
   

46,06
   

-
   

-
   

        - 
   

46,06



b. Data serangan OPT Penting MT. 2008

No.
   

Data Serangan OPT
   

Luas Keadaan Serangan MT. 2008 (Ha)

Ringan
   

Sedang
   

Berat
   

Puso
   

Jumlah

1
   

Tikus
   

129,21
   

13,9
   

-
   

0,2
   

143,31

2
   

Penggerek Batang
   

55,26
   

1,17
   

-
   

        - 
   

56,43

3
   

Wereng batang coklat
   

2,15
   

1
   

-
   

        - 
   

3,15

4
   

Hawar daun bakteri
   

36,97
   

-
   

-
   

        - 
   

36,97



c. Data serangan OPT Penting MT. 2007/2009

No.
   

Data Serangan OPT
   

Luas Keadaan Serangan MT.2009  (Ha)

Ringan
   

Sedang
   

Berat
   

Puso
   

Jumlah

1
   

Tikus
   

74,46
   

5,84
   

-
   

        - 
   

80,3

2
   

Penggerek Batang
   

36,72
   

5,5
   

-
   

        - 
   

42,22

3
   

Wereng batang coklat
   

11,9
   

1,2
   

0,7
   

        - 
   

13,8

4
   

Hawar daun bakteri
   

44,32
   

36
   

-
   

        - 
   

80,32



d. Data serangan OPT Penting MT. 2010

No.
   

Data Serangan OPT
   

Luas Keadaan Serangan MT. 2010 (Ha)

Ringan
   

Sedang
   

Berat
   

Puso
   

Jumlah

1
   

Tikus
   

103,48
   

5
   

4
   

        - 
   

112,48

2
   

Penggerek Batang
   

57,7
   

-
   

-
   

        - 
   

57,7

3
   

Wereng batang coklat
   

-
   

-
   

-
   

        - 
   

0

4
   

Hawar daun bakteri
   

38,77
   

12
   

-
   

        - 
   

50,77





WERENG BATANG COKLAT

Karakteristik wereng batang coklat

•         WBC dewasa mempunyai dua bentuk sayap, yaitu dewasa sayap panjang  (makroptera)  dan dewasa  sayap pendek (brakhiptera).

•         Bentuk  makroptera  merupakan  indikator populasi pendatang, dan   emigrasi, sedangkan  brakhiptera populasi penetap.

•         WBC mampu beradaptasi terhadap pergantian va - rietas tahan, dengan membentuk biotipe atau koloni baru.

•         Populasi WBC dapat meningkat lebih tinggi  dengan aplikasi   insektisida  yang  tidak bijaksana ,  karena dapat menimbulkan  resurjensi.

- Langkah Operasional Pengendalian OPT

Langkah yang diambil dalam pengamanan komodity pertanian di kabupaten Jombang antara lain:

1.      Pemetaan daerah serangan OPT

2.      Koordinasi tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelompoktani.

3.      Membuat jadwal gerakan pengendalian hama tikus secara berkesinambungan (Terus menerus) sampai terkendalinya hama tikus.

4.      Membagi 5 (lima) titik pengendalian hama tikus

- Titik I      : Meliputi 4 (Empat) Kecamatan dengan luas 1.000 Ha yang terdiri dari kecamatan Peterongan, Tembelang, Kesamben dan Sumobito.

- Titik II    : Meliputi 4 (empat) kecamatan dengan luas 650 Ha yang terdiri Plandaan, Ploso, Ngusikan dan Kudu.

- Titik III   : Meliputi 4 (empat) kecamatan dengan luas 1000 Ha yang terdiri dari Kecamatan Megaluh, Jombang, Perak dan Bandar KM.

- Titik IV   : Meliputi 4 (empat) kecamatan dengan luas 900 Ha yang terdiri dari Kecamatan Bareng, Ngoro, Mojowarno dan Gudo

- Titik V    : Meliputi 2 (dua) kecamatan dengan luas 350 Ha yang terdiri dari kecamatan Mojoagung dan Jogoroto.

5.      Pengamatan dan peringatan dini yang dilakukan oleh Petugas POPT dalam rangka Gerakan Operasional Pengendalian OPT di lapangan.

6.      Pemberian bantuan pestisida dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan berdasarkan areal serangan OPT.

7.      Gerakan pemupukan modal kelompoktani dalam rangka pengendalian OPT.

Cara Pengendalian

Secara Spesifik, pengendalian OPT tanaman pangan dilaksanakan sebagai berikut:

   1. Paket Teknologi Pengendalian Hama Tikus

No
   

Stadia Pertumbuhan Tanaman
   

Cara Pengendalian yang dapat diterapkan

1









2









3







4







5





6
   

Pra Tanam









Persemaian









Tanaman Muda







Tanaman Tua







Pematangan Bulir





Pasca Panen
   

-      Gropyokan

-      Pengemposan asap belerang

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Sanitasi lingkungan

-      Pengumpanan beracun

-      Persemaian berkelompok

-      Pagar plastik dan bubu

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Sanitasi lingkungan

-      Gropyokan

-      Sanitasi lingkungan

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Pengumpanan beracun

-      Pagar plastik dan bubu

-      Sanitasi lingkungan

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Pengemposan asap belerang

-      Pagar plastik dan bubu

-      Sanitasi lingkungan

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Pengemposan asap belerang

-      Gropyokan

-      Pengemposan asap belerang

-      Pemanfaatan musuh alami

-      Sanitasi lingkungan



PENGGEREK BATANG

Saat ini di Indonesia di kenal 6 jenis hama penggerek batang padi :

1.      penggerek batang kuning,

2.      penggerek padi putih,

3.      penggerek batang padi bergaris,

4.      penggerek batang padi kepala hitam,

5.      penggerek batang padi berkilat

6.      dan penggerek batang padi merah jambu.





Jenis-jenis tersebut memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran dan biologinya, namun hampir sama dalam menyerang atau menggerek tanaman serta kerusakannya.

Di wilayah Kabupaten Jombang yang terbanyak adalah jenis penggerek batang padi kuning.

Bio ekologi penggerek batang padi kuning.

STADIA
   

URAIAN

Telur
   

·         Jumlah telur 50 – 150 butir / kelompok, ditutupi rambut halus berwarna coklat kekuningan, diletakkan pada malam hari pukul 19 – 20, selama 3 – 5 malam.

·         Kepiridihan, 100 – 600 tiap butir tiap betina

·         Stadium telur 6 – 7 hari

Larva
   

·         Putih kekuningan sampai kehijauan

·         Panjang maksimum 25 mm

·         Stadium larva 28 – 35 hari, terdiri dari atas 5 – 7 instar



Pupa
   

·         Kekuningan atau agak putih

·         Kokon berupa selaput benang berwarna putih

·         Panjang 12 – 15 mm

·         Stadium pupa 6 – 23 hari

Imago/ ngengat
   

·         Ngengat jantan memiliki bintik gelap pada sayap depan

·         Ngengat betina berwarna kuning dengan bintik hitam di bagian tengah sayap depan

·         Panjang ngengat jantan 14 mm, betina 17 mm

·         Ngengat aktif pada malam hari dan tertarik cahaya

·         Jangkauan terbang dapat mencapai 6 – 10 km

·         Lama hidup ngengat, 5 – 10 hari dengan siklus hidup 39 – 58 hari



Musuh alami penggerek batang padi kuning yang terpenting dan terdapat di Indonesia adalah parasit telur, Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowane, T. Dicnus dan Tricograma japanicum. Diantara parasitoid telur tersebut, yang paling dominan dan efektif adalah T. Schoenobii.

Parasitoid larva banyak ditemukan, walaupun parasitasinya rendah. Seperti Conocephalus longepennis merupakan salah satu predator telur yang cukup penting.

  b.      Paket Teknologi Pengendalian Hama Penggerek batang

   1. Pengaturan Pola tanam dan tata tanam
   2. Pengumpulan telur penggerek di persemaian
   3. Pengendalian dengan Agens Hayati Parasitoid Pias Tricogramma 100 lembar / Ha dengan aplikasi 4 Lbr dipersemaian dan 96 Lbr di Pertanaman.
   4. Penggunaan Agens hayati Nematoda Enthomo Patogen (NEP) jika diperlukan.
   5. Penggunaan Insectisida yang bijaksana.

  c.     Paket Teknologi Pengendalian Hama Wereng

   1. Pengaturan tata tanam dan pola tanam
   2. Penggunaan varietas tahan
   3. Pengendalian dengan Agens hayati, misalnya Beauveria Bassiana dan Metharizium
   4. Eradikasi bila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa.
   5. Penggunaan pestisida yang bijaksana sebelum melewati ambang ekonomi.



  d.    Paket Teknologi Pengendalian Hama Hawar bakteri

   1. Menggunakan benih bersertifikat
   2. Sebelum disebar, benih direndam dengan Corine  Bacterium selama 24 Jam dengan konsentrasi 5cc / Ltr
   3. Pengaturan jarak tanam (Penanaman tidak terlalu rapat)
   4. Pemupukan berimbang
   5. Penyemprotan dengan Corine Bacterium di pertanaman pada umur 14 HST, 28 HST dan 56 HST dengan konsentrasi 5 cc / Ltr dengan volume semprot 500 Ltr.







PENUTUP

Dampak serangan OPT sangat besar pengaruhnya terhadap produksi pertanian maupun pendapatan petani, oleh karena itu dukungan dan bantuan pemerintah sangat diharapkan oleh petani baik berupa sarana maupun prasarana. Pengendalian OPT dapat berhasil apabila petani menggunakan prinsip-prinsip PHT dengan melibatkan peran serta masyarakat, kerjasama antar kelompok, desa serta kecamatan.

Dengan mantapnya kelembagaan kelompoktani, operasional pengendalian OPT di tingkat lapang semakin mantap dan terjaga hasil produksi pertanian dari serangan OPT. Dengan panduan ini diharapkan bisa menjadi acuan petugas maupun pelaku usaha di bidang pertanian sesuai kapasitasnya.



TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENINGKATAN BUDIDAYA DAN PRODUKSI KACANG HIJAU


TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL
UNTUK PENINGKATAN BUDIDAYA DAN PRODUKSI KACANG HIJAU

I.                   PENDAHULUAN

1.1       Latar belakang
Saat ini fokus pengembangan pertanian adalah bagaimana mewujudkan swasembada pangan utamanya beras, sebagaimana pernah dicapai pada tahun 1984 yang lalu. Tingginya kebutuhan pangan dalam negeri yang tidak diimbangi dengan pasokan mengakibatkan ketergantungan pasokan dari luar.  Manakala harga bahan pangan dunia melonjak tidak dapat ditangkal, dampaknya sangat menguatirkan. Berbekal pengalaman tersebut, berbagai kebijakan telah diterapkan dengan tujuan mencapai swasembada pangan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Penurunan produksi bahan pangan nasional, pada umumnya bukan karena menurunnya tingkat produktivitas tanaman, akan tetapi oleh semakin sempitnya luas lahan pertanian produktif (terutama di pulau Jawa) sebagai akibat alih fungsi seperti konversi lahan sawah, ditambah isu global tentang meningkatnya degradasi lahan.
Guna mencapai tujuan swasembada pangan, pembangunan pertanian selama ini terfokus pada lahan sawah sebagai penghasil beras, sehingga tidak mengherankan sebagian besar dana dan daya dialokasikan untuk program intensifikasi sawah.  Usaha intensifikasi pertanian di lahan sawah lebih efektif dibanding dengan lahan kering, sehingga wajar jika lahan sawah memberikan sumbangan yang lebih besar. Namun dengan semakin menyempitnya sawah akibat alih fungsi lahan sawah, sehingga sawah semakin menyempit pengalihan usaha ke lahan kering makin terasa diperlukan.  Selain itu, dewasa ini terjadi gejala di lapangan yang mengindikasikan sawah mulai sakit- sakitan karena jenuh oleh masukan ppupuk buatan/kimia yang berlebih pada konsentrasi tinggi sehingga keseimbangan hara dalam tanah mulai terganggu.  Kondisi tersebut masih diperparah dengan merosotnya kandungan bahan organik tanah kurang dari 1 persen.  Dampaknya yang terjadi adalah pelandaian produktivitas tanaman pangan utama dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
1.2       Rumusan masalah
·         Berkurangnya lahan pertanian
·         Menurunnya produktivitas kacang hijau
·         Minimnya pendapatan petani
1.3       Tujuan
·                                   Meningkatnya Produksi, produktifitas dan mutu kacang hijau
·                                   Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
 
Karakterisasi Lahan Pertanian
            Lahan pertanian adalah bagian dari daratan yang dimanfaatkan dalam kegiatan pertanian, atau sebidang tanah yang dimanfaatkan dalam kegiatan budidaya pertanian.
            Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Dengan demikian lahan kering adalah lahan yang memiliki keterbatasan air sepanjang tahun dan tidak pernah dalam kondisi tergenang.  Kandungan lengas tanahnya selalu berada di bawah kandungan lengas tanah kapasitas lapangan. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi ( > 700 m dpl).  Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk lahan kering mencakup : lahan tadah hujan, tegalan, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alang-alang. sehingga menurunkan kemampuan lahannya. 
            Berdasarkan produktivitasnya dan ada tidaknya faktor pembatas, lahan pertanian dibedakan menjadi lahan produktif dan lahan kurang produktif atau lahan marginal.  Lahan produktif mempunyai daya dukung lahan yang memadai dari sisi kesubujran fisika, kimia dan biologi sehingga senantiasa memiliki kesuburan aktual (siap pakai) denngan sedikit atau tanpa faktor pembatas.  Lahan marginal adalah lahan yang memiliki beberapa faktor pembatas yang harus diatasi terlebih dahulu sebelum lahan tersebut dimanfaatkan.  Lahan marginal sebenarnya menyimpan kesuburan potensial yang akan muncul setelah mendapatkan pengelolaa terlebih dahulu.  Biasanya lahan marginal membutuhkan masukan (input) yang memerlukan biaya tinggi.
            Dalam konteks lahan marginal, dikenal pula istilah lahan kritis yang lebih banyak dihubungkan dengan proses kerusakan fungsi lahan dalam satuan ekosistem atau keterputusan lahan tersebut dengan sistem ekologis pendukungnya.  Sementara itu, lahan tandus lebih banyak dihubungkan dengan kenampakan visual tentang lahan tersebut yang dicirikan oleh sedikitnya atau merananya pertumbuhan vegetasi di tempat itu.  Kebalikannya adalah lahan subur yang nampak menghijau.
            Dalam uraian lebih lanjut, bahasan akan dibatasi pada lahan kering marjinal.  Pada umumnya lahan kering/marjinal dicirikan oleh tingkat kesuburan rendah,  solum dangkal.  Lahan marjinal di dataran tinggi peka terhadap erosi. Lahan kering   didataran rendah sesuai untuk budidaya pertanian penghasil bahan pangan(seperti padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau).
            Kendala-kendalan yang muncul dalam pemanfaatan lahan kering marjinal untuk pengembangan tanaman pertanian antara lain :
1.      Sebagian besar lahan kering tingkat kesuburannya rendah dan sumber pengairan terbatas kecuali dari curah hujan yang distribusinya tidak bisa dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.
2.      Topografi umumnya tidak datar, berada di daerah lereng dan perbukitan, memiliki tingkat erosi relatif tinggi yang berpotensi untuk menimbulkan degradasi kesuburan lahan.
3.      Infra struktur ekonomi tidak sebaik di lahan sawah.
4.      Keterbatasan biofisik lahan, penguasaan lahan petani, dan infrastruktur ekonomi menyebabkan teknologi usaha tani relatif mahal bagi petani lahan kering.
5.      Kualitas lahan dan penerapan teknologi yang terbatas menyebabkan variabilitas produksi pertanian lahan kering relatif tinggi.
Teknologi pengelolaan lahan kering yang umum dilakukan meliputi :
1.      Tindakan konservasi tanah dan air,
2.      Pengelolaan kesuburan tanah (pemupukan dan penambahan bahan organik),
3.      Pemilihan jenis tanaman pangan (tanaman berumur pendek tahan kekeringan merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan pada wilayah yang beriklim kering).

Nilai agronomis dan ekonomis kacang hijau di lahan marjinal
Kacang hijau memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis kacang lain seperti kacang tanah dan kacang kedelai dari sisi agronomi dan ekonomi.  Dari sisi agronomi, Kacang hijau memiliki kelebihan dibanding tanaman pangan lainnya, yaitu : (1) berumur genjah (55-65 hari, (2) lebih toleran kekeringan dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan relatif kecil, yakni 700-900 mm/tahun.  Pada curah hujan yang lebih rendah dari itu masih dapat tumbuh karena kacang hijau berakar dalam, (3) dapat ditanam pada lahan yang kurang subur dan sekaligus berfungsi sebagai penyubur tanah karena bersimbiose engan rhizobium dan menghasilkan biomasa banyak (11-12 ton/ha), (4) cara budidayanya mudah, cukup olah tanah minimal dan biji disebar, (5) hama yang menyerang relatif sedikit.  Dari sisi ekonomi harga jualnya  tinggi dan stabil ( 4.200 – 5.000 rupiah) dalam periode 2000-2005, harga tersebut lebih tinggi dari harga kedelai, namun lebih rendah dari harga kacang tanah periode yang sama (BPS, 2006).  Karena kelebihan tersebut kacang hijau dapat dipandang sebagai komoditas alternatif untuk dikembangkan di lahan kering, khususnya yang memiliki indeks pertanaman panen rendah.
Syarat tumbuh tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut
Produktivitas kacang hijau sangat dipengaruhi
-          Ketinggian tempat 0 – 1.800 m dpl, optimalnya 5-700 m dpl.
-          Suhu optimum 28 – 30 0  c, tanaman ini menyukai daerah relatif kering dengan kelembaban 60-89%.
-         Kebutuhan air untuk tanaman kacang hijau hanya kritis pada awal pertumbuhan sampai fase berbunga (sekitar 1 bulan setelah tanam). Kebutuhan minimalnya pada masa kritis setara dengan curah hujan 100 mm/bulan.  Cuarh hujan yang tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah dan rentan terhadap serangan penyakit.
-         Kacang hijau tumbuh dengan baik pada tanah gembur, dranase baik, mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi.  Jenis latososl dan regosol merupakan jenis tanah yang cocok untuk tanaman tersebut.
-          PH 5,5 – 6,5

Berbagai Masukan Teknologi
Dalam Upaya Peningkatan Budidaya Dan Produksi Kacang Hijau
di Lahan Kering Marginal

            Persoalan utama dalam berusahatani di lahan kering/marginal adalah bagaimana mengelola air yang menjadi faktor pembatas, sehingga produktivitas lahan dapat ditingkatkan.  Selain itu lahan marginal mempunyai keterbatasan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang tidak baik, serta topografi lahan yang kurang mendukung dalam berusahatani. Untuk meningkatkan produktivitas lahan kering/marginal terdapat beberapa cara yang perlu dilakukan yaitu : penggunaan varietas tanaman unggul berumur genjah, penerapan pola tanam yang sesuai dengan curahan hujan, perbaikan teknik budidaya tanaman, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian dapat dijaga. Penjelasan masukan teknologi tersebut adalah sebagai berikut :

1)             Penggunaan varietas unggul.
            Mengingat terbatasnya kemampuan finansial petani, maka dalam pengembangan kacang hijau di lahan kering diawali dengan introduksi varietas unggul yang ditanam dengan cara budidaya petani (misal tanam sebar setelah tanah diolah minimal) sehingga tidak memerlukan biaya tambahan.  Sebanyak 14 varietas yang dilepas oleh Balitkabi sejak tahun 1979-2004 hasilnya berkisar 1,4-1,7 ton/ha dapat dikembangkan karena sesuai dengan karakteristiknya, kacang hijau memiliki adaptasi luas.  Varietas kutilang dilepas tahun 2004, tergolong tahan penyakit embun tepung dan dalam pengujian hasilnya dapat mencapai 2,0 ton/ha, masak serempak pada umur dua bulan memiliki ukuran biji sedang dengan warna hijau mengkilap.
Beberapa varietas unggul kacang hijau yang telah dikembangkan  :
1. Varietas Camar : umur panen 60 HST : potensi hasil 1,00 – 2,00 ton/ha.
2. Varietas Sriti : umur panen 60-65; potensi hasil 1,58 ton/ha, toleran penyakit embun tepung dan bercak daun.
3.  Varietas Murai : umur panen 63 hari potensi hasil 1,5 ton/ha.
4.  Varietas perkutut : umur panen 60 hari, potensi hasil 0,7-2,2 ton/ha.
5.  Varietas kenari : umur panen 60-65 hari, potensi hasil 0,8 – 2,4 ton/ha.
6.  Varietas Sampeong : umur panen 70-75 hari, potensi hasil 2,5-3 ton/ha.
Kebutuhan benih sekitar 20 kg/ha dengan daya tumbuh 90 %.
2)             Penerapan pola tanam.
            Pengembangan kacang hijau pada lahan kering/marginal harus disesuaikan dengan pola tanam setempat. Pola tanam sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Karakteristik kacang hijau pada lahan kering akan ditanam pada musim kemarau sesudah komoditas utama, semisal padi gogo atau jagung.  Kacang hijau ditanam sebagai tanaman ketiga untuk lahan kering beriklim basah dengan pola padi gogo-jagung-kacang hijau, padi gogo-kedelai-kacang hijau atau jagung-kedelai-kacang hijau.  Pada lahan kering beriklim kering ditanam dengan pola : jagung-kacang hijau dan/atau kacang hijau-kacang hijau.
           
3)             Penerapan teknik budidaya.
            Penerapan teknik budidaya tanaman berkaitan langsung dengan perlakuan yang diberikan terhadap lahan maupun tanaman agar tanaman dapat berproduksi dengan optimal.  Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi
a)             Penyiapan lahan
o  Pada lahan bekas padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah (TOT).
o  Tunggul padi perlu dipotong pendek dan dibersihkan seperlunya atau dipinggirkan.
o  Apabila tanah becek maka perlu dibuat saluran drainase dengan jarak 3-5 m.
o  Sedangkan pada lahan tegalan atau bekas tanaman palawija lain (jagung) perlu pengolahan tanah :
§    Pembajakan sedalam 15-20 cm.
§    Kemudian dihasulkan dan diratakan.
§    Saluran irigasi dibuat dengan jarak 3-5 m.
b)             Cara tanam
o  Tanam dengan sistem tugal, dua biji per lubang.
o  Pada musim hujan, digunmakan jarak tanam 40 cm x 15 cm sehingga mencapai populasi 300-400 ribu tanaman/ha.
o  Pada musim kemarau digunakan jarak tanam 40 cm x 10 cm sehingga populasinya sekitar 400-500 ribu tanaman/ha
o  Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih dari 7 hari.
c)             Pemupukan
o  Untuk lahan yang kurang subur, tanaman dipupuk 45 kg urea + 45-90 kg SP36 + 50 kg KCl/ha yang diberikan pada saat tanam secara larikan di sisi lubang tanam sepanjang barisan tanaman.
o  Bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak 15-20 ton ha atau abu dapur sangat baik untuk pupuk dan diberikan sebagai penutup lubang tanam.
d)            Mulsa jerami
o  Untuk menekan serangan hama lalat bibit, pertumbuhan gulma, dan penguapan air, jeraami padi sebanyak 5 ton/ha dapat diberikan sebagai mulsa.
e)             Penyiangan
o  Penyiangan dilakukan dua kali pada saat tanaman berumur 2 dan 4 minggu.
f)              Pengairan
o  Pada daerah panas (suhu udara 30-31oC) dan kelembaban udara rendah (54-62o C) pertanaman perlu diairi dua kali pada umur 21 hari dan 38 hari.
o  Pada daerah sedang (suhu udara 24-26oC) dan kelembaban udara rendah (77-82o C) pengairan cukup diberikan satu kali pada umur 21 hari atau 38 hari.
o  Periode kritis kacang hijau terhadap ketersediaan air adalah pada saat menjelang berbunga (umur 25 hari) dan pengisian polong (45-50 hari) sehingga jika kekurangan air pada periode tersebut perlu dilakukan pengairan.
g)             Pengendalian hama
o  Hama utama kacang hijau adalah lalat kacang Agromyza phaseoli, ulat jengkal Plusia chalcities, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat Riptortus linearis, penggerek polong Maruca testualis dan Etiella zinkenella dan kutu Thrips.
o  Pengendalian hama dapat dilakukan dengan insektisida seperti : Confidor, regent, curacron, Atabron, Furadan atau Pegasus dengan dosis 2-3 ml/liter air dan volume semprot 500-600 liter/ha.
o  Pada daerah endemik lalat bibit Agromyza phaseoli perlu tindakan perlakuan benih dengan insektisida Carbosulfan (10 g/kg benih) atau Fiuproni (5 cc/kg benih).
h)             Pengendalian penyakit
o  Penyakit utama adalah beercak daun Cercospora canescens, busuk batang, embun tepung Erypsiphe polygoni, dan penyakit puru Elsinoe glycines.
o  Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida seperti : Benlate, Dithane M-45, Baycor, Delsene MX 200 atau Daconil pada awal serangan dengan dosis 2 g/l air.
o  Penyakit embun tepung Erysiphe polygoni sangat efektif dikendalikan dengan fungisida hexakonazol  yang diberikan pada umur 4-6 minggu.
o  Penyakit bercak daun efektif dikendalikan dengan fungisida hexakonazol yang diberikan pada umur 4,5 dan 6 minggu.
i)               Panen dan pasca penen.
o  Panen dilakukan apabila polong sudah berwarna hitam atau coklat.
o  Panen dengan cara dipetik dan polong segera dijemur selama 2-3 hari hingga kulit mudah terbuka.
o  Pembijian dilakukan dengan cara dipukul, sebaiknya didalam kantong plastik atau kain untuk menghindari kehilangan hasil.
o  Pembersihan biji dan kotoran dengan menggunakan nyiru (tampah) dan biji dijemur lagi sampai kering simpan yaitu kadar air mencapai 8-10%.
4)             Tindakan konservasi tanah dan air.
            Usaha konservasi tanah dan air merupakan upaya agar tanah/lahan dapat digunakan secara lestari.  Tindakan konservasi tanah dan air, bertujuan untuk melindungi tanah terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh butir-butir air hujan yang jatuh, memperlambat aliran permukaan (run off), memperbesar kapasitas infiltrasi dan memperbaiki aerasi serta memberikan penyediaan air bagi tanaman . Pada lahan kering, tindakan konservasi lebih ditujukan pada upaya mengurangi erosi dan kehilangan unsur hara (Syekhfani, 1991).
Usaha-usaha yang dapat dilakukan :
·         Cara mekanik (pengolahan tanah, pembuatan teras).
·         Cara vegetatif (penanaman cover crop, pergiliran tanaman, tumpangsari, wanatani, pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa).
·         Kombinasi keduanya.

Penutup
            Upaya untuk lebih mengoptimalkan lahan marjinal untuk peningkatan bbudidaya kacang hijau dilakukan dengan penggunaan varietas unggul baru, pola tanam, dan tindakan konservasi tanah dan air.
1.             Ke depan yang harus dilakukan adalah melibatkan peran serta petani dan msayarakat pedesaan dalam meningkatkan dan mengembangkan lahan marjinal yang secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan pilihan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat.
2.             Kacang tanah mempunyai keunggulan agronomis dan ekonomis untuk dibudidayakan di lahan kering dibanding tanama
3.             Teknologi yang dikembangkan hendaknya teknologi yang murah, sederhana dan efektif.
4.             Diperlukan komitmen dan peran pemerintah maupun dinas terkait dalam upaya pendayagunaan lahan marjinal untuk pengembangan tanaman pangan umumnya dan khususnya kacang hijau. 


PUSTAKA
 Astanto, K., 2007.  Kacang hijau alternatif yang menguntungkan ditanam dilahan kering.  Sinar tani  tanggal 23 agustus 2007.
Dinas Pertanian Jawa Timur, 2003. Laporan Tahunan.
Irianto Basuki, Sri Hastuti, Awaludin Hipi dan Kukuh Wahyu W., 2004.  Tingkat keuntungan usahatani kacang hijau sebagai komoditas unggulan daerah NTB
Minardi, S., 2009.  Optimalisai Pengelolaan Lahan Kering Untuk pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Pidato Guru besar  Universitas Sebelas Maret.  Surakarta
Soemarno, 2004.  Potensi dan Penggunaan Sumberdaya Lahan di Jawa Timur dan Permasalahannya.
Suprapto dan Nyoman Adi Jaya, 2000.  Berbagai masukan teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal.  Agdex  100/16 No Seri 11/Tanaman/2000/Oktober 2000